Selasa, 10 April 2012

Joseph Stalin

Salah satu diktator paling kuat dan kejam dalam sejarah, Stalin adalah penguasa tertinggi Uni Soviet selama seperempat abad. Rezimnya teror menyebabkan kematian dan penderitaan puluhan juta, tetapi ia juga mengawasi mesin perang yang memainkan peran penting dalam kekalahan Nazisme.
Iosif Vissarionovich Dzhugashvili lahir pada tanggal 18 Desember tahun 1879 di Gori, Georgia, yang kemudian bagian dari kekaisaran Rusia. Ayahnya adalah seorang tukang sepatu dan Stalin dibesarkan dalam keadaan sederhana. Ia belajar di sebuah seminari teologi di mana ia mulai membaca literatur Marxis. Dia tidak pernah lulus, bukannya mencurahkan waktunya untuk gerakan revolusioner melawan monarki Rusia. Ia menghabiskan 15 tahun sebagai seorang aktivis dan pada beberapa kesempatan ditangkap dan diasingkan ke Siberia.
Stalin tidak salah satu pemain yang menentukan dalam perebutan kekuasaan Bolshevik pada tahun 1917, namun ia segera naik melalui jajaran partai. Pada tahun 1922, ia diangkat menjadi sekretaris jenderal Partai Komunis, sebuah pos tidak dianggap sangat signifikan pada saat itu tetapi yang memberinya kontrol atas janji dan dengan demikian memungkinkan dia untuk membangun suatu dasar pendukung. Setelah kematian Lenin pada tahun 1924, Stalin dipromosikan dirinya sebagai pewaris politiknya dan secara bertahap dikalahkan saingannya. Pada akhir tahun 1920, Stalin efektif diktator Uni Soviet.
Nya dipaksa kolektivisasi pertanian biaya jutaan nyawa, sementara programnya dari industrialisasi yang pesat dicapai peningkatan besar dalam produktivitas Soviet dan pertumbuhan ekonomi tetapi dengan biaya besar. Selain itu, penduduk menderita sangat selama Teror Besar 1930-an, di mana Stalin dibersihkan partai dari 'musuh rakyat', sehingga dalam pelaksanaan ribu dan mengasingkan jutaan untuk sistem gulag dari kamp kerja paksa.
Ini pembersihan sangat terkuras Tentara Merah, dan meskipun peringatan berulang, Stalin tidak siap untuk serangan Hitler di Uni Soviet pada Juni 1941. Masa depan politiknya, dan bahwa dari Uni Soviet, tergantung pada keseimbangan, tetapi Stalin pulih untuk memimpin negaranya meraih kemenangan. Korban manusia sangat besar, tetapi bukan pertimbangan baginya.
Setelah Perang Dunia II, Uni Soviet memasuki usia nuklir dan memerintah sebuah kerajaan yang meliputi sebagian besar Eropa Timur. Semakin paranoid, Stalin meninggal karena stroke pada tanggal 5 Maret 1953


refrensi :
- http://www.bbc.co.uk/history/historic_figures/stalin_joseph.shtml#blq-nav

Sabtu, 07 April 2012

CONTOH KASUS KONFLIK MANAJEMEN ORGANISASI

KONFLIK ANTARA MASYARAKAT NU DENGAN HARIAN JAWA POS


konflik antara masyarakat NU dengan harian Jawa Pos yang muncul ke permukaan yang dikenal dengan aksi 'Pendudukan' Barisan Ansor Serbaguna (Banser) atas Kantor Redaksi Harian Jawa Pos di Gedung Graha Pena, Surabaya pada tanggal 6 Mei 2000, yang berujung pada tidak terbitnya Jawa Pos edisi Minggu, 7 Mei 2000. Untuk mencari jawaban, penelitian dilaksanakan dengan menggunakan paradigma kritis dengan metode penelitian kualitatif. Untuk bisa menggali, penelitian ini menggunakan analisis wacana kritis (Critical Discourse Analysis) dengan multi level analisis: analisis teks, analisis wacana dan analisis sosial budaya. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam kasus ini, ditemukan beberapa poin dalam elemen struktur framing yang menjadi penyebab ketegangan Jawa Pos dengan pembaca, baik yang menyangkut teknis.

            pemilihan dan penggunaan kata yang menyusun kalimat berita, tidak terpenuhinya prinsip dasar jurnalistik maupun dalam pemilihan tema framing sebagai alat mengkonstuksi peristiwa yang ternyata berbeda dengan sikap politik dan pandangan politik yang diyakini audiens. Khusus mengenai angle dan framing yang dipilih, merupakan keterkaitan langsung media atas kepentingan dan kehendak pasar yang menghendaki media kritis terhadap peristiwa yang sedang diangkat. Di level praktik wacana, rutinitas Jawa Pos dalam memproduksi berita mengutamakan ada pada aktualitas dan kontroversi persitiwa dengan melakukan dramatisasi adanya konflik yang panas, ironis dan kontroversial. Ditemukan adanya praktek kekerasan informasi oleh media dan lebih dekat pada ciri Jurnalisme Perang (War Journalism) dari pada ciri yang Jurnalisme Damai (Peace Journalism). Di sisi lain, Jawa Pos pada dasarnya merupakan penganut jurnalisme yang membawa misi kemanusiaan, kebersamaan dan menjaga kedekatan dengan pembacanya. Dalam hal ini rutinitas Jawa Pos masuk dalam ciri-ciri Jurnalisme Empati atau yang oleh pihak Jawa Pos disebut sebagai Jumalisme Emosi. Betaberita Jawa Pos lebih kuat dipengaruhi oleh orientasi oplag atau orientasi pasar/kapital sebagai ideologi dari pada ideologi kelompok atau latar individu wartawan dan organisasi. Di level konsumsi teks, ada upaya dari publik dalam hal ini Masyarakat NU untuk melakukan perimbangan berupa hegemoni tandingan (counter hegemony) terhadap hegemoni wacana yang dilakukan oleh media. Aktivitas kontra hegemoni ini dilakukan dengan cara memaknai peristiwa dan wacana politik secara langsung melalui komunikasi kultural baik yang sifatnya organisasional maupun melalui interpersonal. Hasil dan pemaknaan langsung ini berupa munculnya realitas subyeklif yang berbeda antara yang dikonstruksi media dengan yang dimaknai langsung oleh publik. Perbedaan realitas subyektif ini menimbulkan adanya kesenjangan informasi dan menganggap media telah melakukan 'kesalahan', yang kemudian melahirkan prasangka, bahwa media telah memiliki agenda politik melalui potensi kekuatan hegemoni yang dimiliki. Prasangka itu menguat, ketika ditemukan faktor pendukung, sebagaimana kejadian serupa di masa lalu dan menjelma menjadi kesadaran untuk menghentikan praktek hegemoni ini dengan cara berdialog dan bernegosiasi untuk klanfikasi (pihak NU menyebutnya sebagai !obi atau Isiah). Publik enggan menggunakan mekanisme jumalistik penggunaan hak jawab karena dianggap tidak efektif untuk bisa mengembalikan citra negatif. Kinerja profesional Jawa Pos terganggu dengan aktivitas negosiasi tersebut, karena mengganggu kerja rutin memproduksi berita. Keputusan 'sehari tidak terbit' yang diambil Jawa Pos merupakan klimaks dari terganggunya secara teknis dan psikologis proses produksi berita akibat komplain yang dilakukan oleh publik kepada redaksi. Jawa Pos sebagai industri media tidak banyak terpengaruh terhadap konflik dengan masyarakat NU ini, dan memutuskan untuk mengabulkan semua tuntutan yang diminta, meskipun lemah dalam pelaksanaannya. Jawa Pos hingga kini tetap sebagai industri media yang telah melakukan ekspansi usaha secara nasional di bidang penerbitan serta bidang lain, sebagaimana pabrik kertas dan real estate. Dalam mengembangkan industrinya, Jawa Pos lebih mementingkan aspek ekonomi dengan memberikan porsi yang besar bagi 'kemajuan' yang ingin dicapai bersama antara Jawa Pos sebagai industri dengan kekuatan kapital tidak hanya nasional, tetapi juga global.